Wellcome To Web Mee Tribe West Papua New Guinea Melanesian Pacific

Tujuh Unsur Kebudayaan Suku Mee Papua

 Tujuh Unsur Kebudayaan Suku Mee Papua

 


Di susun oleh : Sri Nurhayati

                                      mahasiswi UPI prodi Pendidikan Sosiologi 2016
                                                    Bandung, Jawa Barat, Indonesia




BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.                 Latar Belakang

 

Kebudayaan  merupakan  hasil cipta,  rasa serta karsa  manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, susila, hukum kebiasaan serta tiap-tiap kecakapan, serta rutinitas. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat memiliki 7 unsur didalamnya.

 

Suku Mee merupakan suku  pedalaman di Papua dimana didalamnya memiliki unsur-unsur budaya yang jelas berbeda dengan kebudayaan di Sunda.Mee sendiri artinya manusia dalam bahasa Mee mana.

 

1.2.               Rumusan Masalah

 

1.      Apa itu suku Mee?

2.      Bagaimana unsur budaya yang dimiliki suku Mee, dilihat dari 7 unsur budaya menuru koentjaraningrat

 

1.3.              Tujuan

 

1.      Untuk mengetahui suku Mee

2.      Untuk mengetahui ke 7 unsur budaya suku Mee

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Pengenalan Suku Mee

 

Kapauku adalah  nama yang diberikan oleh orang-orang pantai barat, data Irian Jaya  pada orang-orang didaerah pedalaman dataran  tinggi tengah Irian Jaya.  Mereka juga dikenal dengan nama Ekari, yang diberikan oleh orang-orang yang tinggal disebelah timur laut Kapauku. Sedangkan mereka menyebut diri mereka sendiri Mee, yang artinya manusia.

 

Daerah  mereka membentang antara 135-137 derajat bujur timur dan antara  3-4 derajat lintang selatan. Merupakan daerah pegunungan yang tinggi-tinggi dengan diselingi lembah yang dalam-dalam.

 

2.2. Unsur-unsur Budaya Suku Mee

 

2.2.1.      Bahasa

 

Orang-orang Mee di lembah Kamu mempunyai bahasa sendiri, yang dapat digolongkan  kelompok bahasa Mee (Mee Mana), yang sebaliknya oleh para sarjana dumasukkan golongan bahasa-bahasa irian.

 

2.2.2.      Sistem Pengetahuan

 

Suku Mee secara adat memiliki metode tersendiri dalam proses pembelajarannya. Pada saat  memberikan pendidikan adat  pria dan wanita dipisahkan, kaum wanita diajari oleh wanita yang lebih tua (mama), begitu juga kaum pria diajari oleh yang lebih tua (bapa). Materinya  dimulai dari kasih sayang terhadap orang tua, norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sosial sampai dengan kemandirian  hidup. Dan dapat disesuaikan dengan perkembangan umur anak.

 

Disisi lain, pendidikan secara lisan mereka sampaikan dalam banyak bentuk, yakni melalui cerita, dongeng, mitos, hikayat, pantun, atau dalam bentuk lagu, Lainnya dalam bentuk  nasehat, wasiat dan dalam bentuk perumpamaan dan perbandingan, pepatah dan teka-teki.

 

Dengan pendidikan  seperti itu, anak  dapat dilatih untuk  menganalisis dan  menangkap  makna yang  terkandung didalam. Dengan  kata  lain, bukan hanya sebatas mendengar dan mengetahui alur ceritanya saja, melainkan menganalisis apa makna di balik itu.

 

Dalam hitungan, mereka sudah mengembangkan sistem puluhan (desimal),  hingga dapat  menghitung  jumlah  ribuan. Mereka sangat senang menghitung  dan segala sesuatu dinilai berdasarkan jumlah yang besar dan banyak.

 

2.2.3.      Organisasi Sosial

 

Pola perkampungan masyarakat Mee tinggal dalam desa yang berdekatan satu  sama lain. Beberapa desa yang berdekatan biasanya terdiri dari lima desa, membentuk suatu federasi desa sebagai kesatuan politik yang terbesar dalam masyarakat Mee.

Tiap federasi dipimpin oleh salah seorang tonowi. Tonowi memperoleh  kekuasaannya karena banyaknya orang yang tunduk dan setia kepadanya. Para pengikutnya tunduk bukan karena paksaan, melainkan kemauan. Mereka biasanya tertarik pada kekayaan, kedermawanan dan kepandaiannya dalam berperang serta fasihnya seorang tonowi berbicara.

 

Besar kecilnya kekuasaan tonowi dilihat dari seberapa banyak jumlah pengikutnya. Seorang tonowi yang besar pengaruh serta pengikutnya bisa berkuasa dan ditaati oleh tonowi-tonowi lain yang ada didalam federasi ataupun di luar federasi.

 

Seorang tonowi merupakan  penguasa yang berwenang menyelesaikan segala persoalan, baik didalam lingkungan maupun diluar lingkungannya. Dia pulalah yang berkuasa menentukan perlu tidaknya seoang pengikut dibela dalam pertikaiannya dengan orang luar.Karena itu pula seorang tonowi berkuasa menentukan perlu tidaknya mengadakan peperangan dan perdamaian.

 

2.2.4.      Sistem Peralatan Hidup

 

Peralatan hidup mereka masih sangat sederhana. Rumah-rumah orang Mee terbuat dari papan-papan yang kuat sebagai dinding dan beratapkan daun pandan atau rerumputan. Dinding rumah bagian dalam dilapisi daun pandan untuk menahan angin.Setiap ruangan dalam rumah suku Mee memiliki perapian yang berguna untuk memasak makanan maupun menghangatkan udara di waktu malam.

Kerajinan orang Mee sangat terbatas pada pembuatan alat-alat praktis, seperti kapak-kapak batu yang diasah pisau-pisau batu kecil maupun besar, dan jarum dari tulang. Sementara peralatan perang mereka biasa menggunakan busur, panah dan perisai-perisai kayu sederhana.

 

Pakaian orang Mee baik laki-laki maupun wanita hanya sekedar melindungi kemaluan mereka saja. Pakaian wanita terdiri dari tali temali yang dikaitkan dan dibelitkan  pada pinggangnya. Laki-laki hanya memakai wadah kemaluan tipe panjang yang diikat pada tali pinggangnya. Baik laki-laki maupun wanita biasanya membawa kantong jala yang digantungkan pada kepala mereka.

 

2.2.5.      Sistem Mata Pencaharian

 

Suku Mee memusatkan sistem pencaharian pada bertani dan beternak.Namun mereka juga masih melakukan kegiatan lainnya seperti dibidang perikanan dan perdaganan.Tapi tetap saja orang-orang Mee lebih mengutamakan berladang atau bertani.

 

Dalam bertani, mereka bekerja dengan cara lading-ladang dibuka oleh kaum laki-laki, sementara pekerjaan bercocok tanam selanjutnya dikerjakan oleh kaum perempuan. Tanaman yang mereka tanam ialah tales, sebagai makanan pokok mereka, berbagai macam tebu, ubi kayu dan beberaoa nacan sayuran.Mereka juga menanam berbagai buah-buahan berair, seperti mentimun dan labu.

 

Peternakan yang dilakukan biasanya adalah peternakan babi. Bagi orang  Mee, mata pencaharian  ini  merupaka  penanaman modal yang sangat penting untuk memperoleh kekayaan, sedangkan kekayaan penting untuk memperoleh kehormatan, kedudukan, dan kekuatan politik dalam masyarakat. Peternakan babi ini biasanya dikerjakan oleh istri-istri dan anak anak mereka. Babi itu biasanya diberi makan dua kali sehari dengan ubi dan dibiarkan berkeliaran didesa setiap hari sampai petang dan dikandang di bawa rumah-rumah mereka waktu malam. Dalam hal beternak babi mereka mengenal sistem maro, yakni seorang pemilik babi menyuruh orang lain memelihara babinya dan sebagai upah, anak-anak babi yag dilahirkan dibagi antara pemilik dan si pemelihara.

 

Dalam perdagangan, mereka mengenal sistem uang sebagai alat tukar. Uang mereka berupa kulit kerang dan disebut mege. Mereka memperdagangkan babi, ayam, anjing, rumah, berbagai alat dan tanah. Selain barang dan ternak jasa pun di jual, misalnya tenaga mengerjakan ladang, pekerjaan dukun, tukang sihir dan tukang cabut gigi.

 

2.2.6.      Sistem Religi

 

Suku Mee mempercayai dunia mereka itu diciptakan oleh Ugatame. Dunia yang di ciptakan Ugatame ini terdiri dari 5 unsur, yakni roh, manusia, binatang, tumbuhan, dan benda benda tak berjiwa. Daerah orang Mee menurut anggapan merupakan sebagian dari dunia yang datar dan dikelilingi langit yang biru setengah bola yang tebal. Matahari beredar didalam setengah bola langit dari timur bagian dunia dan menyebabkan malam hari. Segala sesuatu dan jalannya kehidupan didunia ini diatur oleh Ugatame. Ia berada dimana saja dan ia tak pernah menghukum orang sehingga tak perlu ditakuti. Tak pernah orang melakukan pengurbanan, cukup dengan memohon dan berdoa saja.

 

Mereka juga mempercayai adanya roh yang selalu mengikuti hukum-hukum alam. Roh sering menampakkan diri dalam berbagai bentuk tertentu sesuai dengan jenis dan macamnya. Diantara roh-roh itu ada yang mempunyai sifat baik dan  ada yang buruk. Misalnya Tege, roh yang paling ditakuti karena pembawa maut. Segala gejala alam pun mereka hubungkan dengan roh, seperti hujan disebabkan abeguwo yang kencing dari langit, geledek sebagai suara kentut roh-roh, dan gempa bumi sebabkan pukulan Awega.

 

Orang-orang Mee percaya bahwa orang yang masih hidup dapat mengadakan hubungan dengan roh-roh yang dengan ilmu gaib. Melalui ilmu gaib orang-orang dapat menguasai roh-roh jahat dan dapat meminta pertolongan roh-roh baik. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang mereka sebut Kamu epi me (dukun baik) dan kego epi me (dukun buruk/sihir).

 

2.2.7.      Kesenian

 

             -  Tarian Emaida Yibu

 

Tarian adat emaida yibu ini merupakan momentum yang tepat bagi kaum muda-mudi untuk mencari dan mendapatkan jodoh. Terian emaida yibu dilakukan dalam hari-hari tertentu, Bukan hanya masyarakat disekitarnya saja yang melakukan  tarian emaida yibu, tetapi juga masyarakat dari kampung atau wilayah lain juga datang untuk melakukan emaida yibu. Namun, sebelum dua hari mereka memberitahu kepada Yuwoupuwe bahwa kami dari kampung A dibawa pimpinan B akan datang melakukan emaida yibu. Hal ini perlu dilakukan agar Yuwoupuwe menyiapkan makanan dan rokok serta menyebarkan informasi terkait kedatangan mereka di kalangan masyarakat sekitar ema tersebut.

 

Tarian emaida yibu dimulai sekitar pukul 18:30 hingga pagi, namun, sebelum masuk untuk melakukan emaida yibu. Dalam proses berlangsungnya tarian emaida yibu, tidak ada hal lain dipikirkan oleh tuah muda, pria dan wanita selain senang menikmati tarian sambil mencari jodoh bagi kaum muda/mudi.

 

-          Juwo

 

Juwo merupakan pesta adat dimana mereka juga menyebutnya pesta babi.Mereka mengadakan Juwo untuk menunjukan sikap dermawan mereka yang merupakan salah satu syarat untuk menjadi tonowi.Di dalam pesta ini banyak sekali babi yang dipotong oleh orang yang berhajat baik untuk dibagikan kepada para tamu maupun untuk dijual dengan harga murah.Seseorang yang ingin mengadakan pesta ini biasanya mencari penyokong-penyokong yang dapat membantu biaya pesta tersebut agar lebih meriah.Hampir seluruh acara dalam pesta diisi dengan tarian dan nyanyian.

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

 

3.1. Kesimpulan

 

Suku Mee merupakan suku pedalaman di pertengahan Papua yang masih kaya akan kebudayaan tradisional. Mereka juga tidak mengikuti modernisasi zaman dan masih bisa bertahan hidup dengan kebudayaan mereka.

 

Kesulitan akses menuju keletak Suku Mee berada membuat mereka terisolasir dengan dunia luar.Namun itu juga membuat mereka masih dapat memberdayakan kebudayaan mereka hingga kini.

 

3.2. Saran

 

Kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga dengan kebudayaan-kebudayaan tradisional yang Indonesia miliki. Kita harus menjaga dan melestarikan tiap budayanya agar tidak luntur oleh zaman dan tidak diakui oleh Negara lain.


DAFTAR PUSTAKA

·         RS, Sunatra, & Dasim Budimansyah.1989.Sosiologi Antropologi. Bandung : Epsilon Grup Bandung

·         Temor, Andrio. “Suku Bangsa Mee”. 16 November 2014.

http://temorandrio.logspot.co.id/2014/11/suku-bangsa-mee-papua.html

·                  Tanpa Suara. “Tarian Adat Emaida Yibu Suku Mee di Papua”. 25 Mei 2014.
http://tanpasuaramanatagu.blogspot.co.id/2014/05/tarian-adat-emaida-yibu-suku-mee-di.html

 


SUMBER :

 https://srihyt4.blogspot.com/2017/03/tujuh-unsur-kebudayaan-suku-mee-papua.html


COPY PASTE OLEH :  Admin #MeeTribe

Post a Comment

0 Comments