Wellcome To Web Mee Tribe West Papua New Guinea Melanesian Pacific

Mengapa Generasi Mee Dulu Lebih Mandiri ?

 Mengapa Generasi Mee Dulu Lebih Mandiri ?



Oleh : Yan Ukago - alias - Awikaituma

Dalam tradisi suku Mee zaman dulu, seorang ayah tidak memanjakan anak laki-lakinya. Sejak usia belia, anak dibiarkan tumbuh dalam berbagai keterbatasan. Itu bukan karena sang ayah tidak sayang—justru sebaliknya. Dalam diam, sang ayah sedang mendidik anaknya agar mengerti arti dari sebuah perjuangan.

Di masa itu, kemandirian adalah syarat kehidupan. Sebelum seorang pemuda menikah, ia sudah mampu membuat pagar pengaman (eda), mengolah kebun (bugi), membangun rumah adat (owaa), dan memelihara ternak babi (ekina). Ia juga tahu cara bertahan hidup tanpa meminta-minta. Keluarga tidak memberi harta begitu saja. Anak muda harus membuktikan bahwa ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Namun sejak awal 1990-an, pola ini mulai berubah. Pengaruh globalisasi dan modernisasi masuk ke kampung-kampung. Anak-anak muda mulai akrab dengan bantuan instan, bukan kerja keras. Kini, bahkan yang tidak bekerja pun bisa makan. Bisa dapat fasilitas. Bisa ikut hidup nyaman. Tanpa perlu berkeringat di kebun atau memikul kayu bakar dari hutan.

Akibatnya, lahirlah generasi yang secara fisik ada, tetapi secara kemandirian “tidak hadir”. Banyak anak muda pintar secara akademik, tetapi tak mampu membangun pagar rumah, tak bisa mengolah kebun, bahkan takut tinggal semalam di honai tanpa listrik. Mereka tumbuh dengan mental ketergantungan, bukan mental pejuang.

Kini waktunya kita menengok kembali kebijaksanaan leluhur. Kemandirian bukan warisan, tetapi hasil tempaan. Tradisi kita tidak menindas, tapi mendidik. Tidak memanjakan, tapi mempersiapkan. Jika kita ingin Papua yang kuat di masa depan, anak-anak kita harus kembali belajar dari akar.

Awikaituma Ukago
https://web.facebook.com/awikaituma.j.awikaituma




Post a Comment

0 Comments